Saturday, January 7, 2017

MAKALAH HUKUM ABORSI

Bab 1

Pengenalan

1.1 Pendahuluan

Kehamilan yang direncanakan dan diinginkan akan menimbulkan kebahgiaan, sedangkan kehamilan yang tidak direncanakan atau tidak diinginkan dapat menimbulkan dampak yang kurang baik bagi si ibu maupun janin yang dikandungnya. Depresi hingga kematian dapat terjadi akibat kehamilan yang tidak diinginkan. Kehamilan yang tidak diinginkan terjadi akibat kegagalan kontrasepsi seperti lupa minum pil KB, terlambat suntik KB, kegagalan senggama terputus, ataupun akibat perkosaan. 

KUHP melarang aborsi, dan bagi ibu serta pelakunya dapat dikenakan sanksi pidana. Dengan diundangkannya UU No 36 tahun 2009 tentang kesehatan yang juga mengatur tindak pidana aborsi, maka pasal-pasal tentang aborsi dalam KUHP ini tidak berlaku lagi atas dasar Lex Specialis Derogant Lex Generalis. Berbeda dengan KUHP, UU Kesehatan memberikan pengecualian (legalisasi) terhadap tindakan aborsi tertentu, yaitu aborsi yang dilakukan untuk menyelamatkan nyawa ibu atau janinnya.

Pengertian Aborsi

Menurut Encyclopedia Britania “ The American College Of Obstericians and Gyneologist “ ada dua jenis aborsi : 

1. Accident abortion, yaitu penghentian kehamilan sebelum kematangan yang terjadi selama alami, tanpa perlakuan medis.
2. Therapeutic abortion, artinya bahwa penghentian kehamilan melakukan perlakuan tenaga medis, melalui operasi atau penggunaan RU486 atau beberapa terapi lainnya.
Sedangkan beberapa kelompok masyarakat yang pro kehidupan mendefinisikan aborsi sebagai sebuah tujuan untuk menghalangi proses perkembangan yang dari waktu ke waktu konsepsi hingga melahirkan.1 

Abortus merupakan suatu masalah kontroversi yang sudah ada sejak sejarah di tulis orang. Kontroversi karena di satu pihak abortus ada di masyarakat. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya jamu dan obat-obat peluntur serta dukun pijat untuk mereka yang terlambat bulan. Di pihak lain abortus tidak dibenarkan oleh agama. Bahkan dicaci, dimaki dan dikutuk sebagai perbuatan tidak bermoral. Pembicaraan tentang abortus dianggap tabu. Sulit ditemukan seorang wanita yang secara sukarela mengaku bahwa ia pernah diabortus, karena malu.2

1.2 Masalah

Anda kebetulan sedang berdinas jaga di laboratorium di rumah sakit tipe B. Seorang anggota polisi membawa sebuah botol berukuran 2 liter yang disebutnya sebagai botol dari sebuah alat “suction curret” milik seorang dokter di kota anda. Masalahnya adalah bahwa dokter tersebut disangka telah melakukan pengguguran kandungan yang illegal. Dan di dalam botol tersebut terdapat campuran darah dan jaringan hasil suction. Polisi menerangkan dalam surat permintaannya, bahwa darah dan jaringan dalam botol berasal dari tiga perempuan yang saat ini sedang diperiksakan ke Bagian Kebidanan rumah sakit anda. Penyidik membutuhkan pemeriksaan laboratorium yang dapat menjelaskan apakah benar telah terjadi pengguguran kandungan dan apakah benar bahwa ketiga perempuan yang sedang diperiksa di kebidanan adalah perempuan yang kandungannya digugurkan oleh dokter tersebut. Hasil pemeriksaan tersebut penting agar dapat dilanjutkan ke proses hukum terhadap dokter tersebut. 

Anda tahu bahwa harus ada komunikasi antara anda dengan dokter kebidanan yang memeriksa perempuan-perempuan di atas, agar pemeriksaan medis dapat memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagi penyidikan dan penegakkan hukum.

1.3 Tujuan

Mempelajari tentang aspek hukum, aspek etik profesi dan prosedur legal terkait kasus abortus.
Mempelajari tentang pemeriksaan medis baik di bidang pemeriksaan fisik dan ginekologis terhadap perempuan tersangka pengguguran.
Mempelajari tentang pemeriksaan laboratorium terhadap perempuan dan hasil suction dalam botol serta pembuatan dan penyampaian laporan hasil pemeriksaan.

Bab 2

Isi

2.1 Aspek Hukum Pada Kasus Aborsi

Pengguguran kandungan dapat dibedakan kepada definisi menurut hukum dan definisi menurut medis. Definisi pengguguran kandungan berdasarkan hukum adalah keluarnya bayi dari rahim ibunya sebelum saatnya dilahirkan (0-9 bulan). Secara medis, pengguguran kandungan didefinisikan sebagai janin yang belum layak hidup di luar rahim ibu yaitu < 20 minggu atau < 1000 gram. Untuk perbincangan hukum, maka akan dibincangkan pengguguran kandungan berdasarkan definisi hukum.3 

Berdasarkan UU No 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan;
Pasal 75 UU No 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan
(1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi.
(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:
a. Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup diluar kandungan; atau
b. Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologik bagi korban perkosaan.3
(3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.3
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.3

Pasal 76 UU No 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan
Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan:
a. Sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;
b. Oleh tenaga kesehatan yang memiliki ketrampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;
c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
d. Dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
e. Penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.

Dari undang-undang tersebut jelas bahawa segala tindakan aborsi dilarang kecuali pada keadaan tertentu seperti terdapatnya indikasi medis dan jika kehamilan tersebut merupakan hasil perkosaan. Karena pengguguran kandungan merupakan tindakan kriminal maka dalam KUHP penjelasan tentang tindakan aborsi di tulis dibawah Pengguguran Kandungan Kriminalis;

Pasal 346 KUHP

Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.3

Pasal 347 KUHP

(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama lima belas tahun.3

Pasal 348 KUHP

(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.3

HR 1 November 1897

Pengguguran dalam kandungan hanya dapat dipidana apabila pada waktu perbuatan itu dilakukan, kandungannya hidup. Undang-undang tidak mengenal suatu dugaan hukum menurut hukum, darimana dapat disimpulkan bahwa ada kehidupan atau kepekaan hidup.3

HR 12 April 1898

Untuk pengguguran yang dapat dihukum vide pasal-pasal 346 – 348 KUHP disyaratkan bahwa kandungan ketika perbuatan dilakukan masih hidup dan adalah tidak perlu bahawa kandungan itu mati karena pengguguran. 

Keadaan bahwa anak itu lahir hidup, tidak menghalangi bahwa kejahatan telah selesai dilakukan. Undang-undang tidak membedakan antara tingkat kehidupan kandungan yang jauh lebih kecil, akan tetapi mengancam dengan hukuman pengguguran yang tidak tepat.3

HR 20 Desember 1943

Dari bukti-bukti yang dipakai oleh Hakim dalam keputusannya haris dapat disimpulkan bahwa wanita itu mengandung kandungan yang hidup dan bahwa terdakwa mempunyai niat dengan sengaja menyebabkan pengguguran dan kematian.3

Pasal 349 KUHP

Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan.3

2.2 Aspek Etika Profesi Kedokteran

Etik adalah cabang ilmu filsafat yang mempelajari moralitas. Bioetika pula merupakan salah satu cabang dari etik normatif. Etika biomedik merupakan etik yang berhubungan dengan praktek dengan prakter kedokteran dan atau penelitian di bidang biomedis.4 

Etika kedokteran merupakan cabang etik yang digunakan dalam bidang kedokteran. Etika kedokteran digunakan dalam menentukan tindakan dalam bidang kesehatan atau kedokteran, selain mempertimbangkan keempat kebutuhan dasar manusia, dengan mempertimbangkan juga hak-hak asasi pasien.4 

Dikenali empat kaedah dasar moral untuk mencapai keputusan etik. Keempat kaedah dasar moral tersebut adalah;

1. Prinsip otonomi

Otonomi merupakan prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien, terutama hak otonomi pasien (the rights to self determination). Prinsip moral ini kemudian melahirkan doktrin informed consent.5

2. Prinsip benificience

Merupakan prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang ditujukan ke baikan pasien. Dalam beneficience tidak hanya dikenal perbuatan untuk kebaikan saja, melainkan juga perbuatan yang sisi baiknya (manfaat) lebih besar daripada sisi buruknya (mudharat).5

3. Prinsip non-maleficience

Merupakan prinsip moral yang melarang tindakan yang memperburuk keadaan pasien. Prinsip ini dikenal sebagai “primum non nocere” atau “above all do no harm”.5

4. Prinsip justice

Iaitu prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan dalam bersikap maupun dalam mendistribusikan sumber daya (distributive justice).5 

Dari prinsip moral yang dinyatakan, didapat rules derivatnya yaitu:
· Veracity (berbicara benar, jujur dan terbuka)
· Privacy (menghormati hak privasi pasien)
· Confidentiality (menjaga kerahasiaan pasien)
· Fidelity (loyalitas dan promise keeping)
Seorang dokter harus mampu menggunakan keempat prinsip dasar yang telah disebutkan beserta dengan etika profesi sebagai panduan dalam bersikap dan berperilaku.
Walaupun begitu, dalam pembuatan keputusan etik, terutama dalam situasi klinik, dapat juga digunakan pendekatan yang berbeda dengan pendekatan kaedah moral yang telah disebutkan. Teori etik yang esensial dalam pelayanan klinik adalah:

1. Medical Indication

Pada topic medical indication atau indikasi medis, dimasukkan semua prosedur diagnostic dan terapi yang sesuai untuk mengevaluasi keadaan pasien dan mengobatinya. Penilaian aspek indikasi medis ini ditinjau dari sisi etiknya, terutama menggunakan kaidah benificience dan non-maleficience. Pertanyaan etika pada topic ini serupa dengan seluruh informasi yang selayaknya disampaikan kepada pasien pada doktrin informed consent.5

2. Patient preferences

Pada topik ini, diperhatikan nilai dan penilaian pasien tentang manfaat dan beban yang akan diterimanya. Topik ini mencerminkan kaidah otonomi. Pertanyaan etik meliputi pertanyaan tentang kompetensi pasien, sifat volunteer sikap dan keputusannya, pemahaman atas informasi, siapa pembuat keputusan bila pasien tidak kompeten, nilai dan keyakinan yang dianut oleh pasien.5

3. Quality of life

Topik ini merupakan aktualisasi salah satu tujuan kedokteran, yaitu memperbaiki, menjaga atau meningkatkan kualitas hidup insane. Apa, siapa dan bagaimana melakukan penilaian kualits hidup merupakan pertanyaan etik sekitar prognosis, yang berkaitan dengan beneficence, nonmaleficence dan autonomy.5

4. Contextual features

Dibahas pertanyaan etik seputar aspek non medis yang mempengaruhi keputusan, seperti faktor keluarga, ekonomi, agama, budaya, kerahasiaan, alokasi sumber daya dan faktor hukum.5


Dalam profesi kedokteran di Indonesia, telah disusun Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI). Kodeki terdiri dari empat kewajiban yaitu kewajiban umum, kewajiban terhadap pasien, kewajiban terhadap teman sejawat dan kewajiban terhadap diri sendiri.
Pasal-pasal yang disusun dalam Kodeki berbunyi seperti berikut;
1. Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dokter.6
2. Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar tertinggi.6
3. Dalam melaksanakan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.6
4. Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri.6
5. Setiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun fisik hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah memperoleh persetujuan pasien.6
6. Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.6
7. Setiap dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya.6
7a. Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan medis yang kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih saying (compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.6
7b. Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan, dalam menangani pasien.6
7c. Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien.
7d. Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani.6
8. Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif), baik fisik maupun psiko-sosial, serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyrakat yang sebenar-benarnya.6
9. Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan bidang lainnya serta masyarakat, harus saling menghormati.6
10. Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mepergunakan segala ilmu dan ketrampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien, ia wajib merujuk pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.6
11. Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam masalah lainnya.6
12. Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.6
13. Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya.6
14. Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia ingin diperlakukan.6
15. Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawat, kecuali dengan persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis.6
16. Setiap dokter harus memelihara kesehatannya supaya dapat bekerja dengan baik.6
17. Setiap dokter harus senantiasa mengikuti pekembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran/kesehatan.6
Dengan tersusunnya Kode Etik Kedokteran ini berserta dengan prinsip-prinsip moral dasar dan teori etik klinik, diharapkan dokter-dokter dapat memberikan pelayanan yang terbaik. Dalam hal seorang dokter melanggar etika kedokteran (tanpa melanggar norma hukum), maka ia dapat dipanggil dan disidang oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) IDI untuk dimintai pertanggungjawaban.7

2.3 Prosedur Medikolegal

Prosedur medikolegal yaitu tata cara prosedur penatalaksanaan dan berbagai aspek yang berkaitan dengan pelayanan kedokteran untuk kepentingan umum. Secara garis besar prosedur medikolegal mengacu kepada peraturan perundangan yang berlaku di I
ndonesia dan pada beberapa bidang juga mengacu kepada sumpah dokter dan etika kedokteran.3
Lingkup prosedur medikolegal antara lain:
1. Pengadaan Visum et Repertum
2. Pemeriksaan kedokteran terhadap tersangka
3. Pemberian keterangan ahli pada masa sebelum persidangan dan pemberian keterangan ahli di dalam persidangan
4. Kaitan Visum et Repertum dengan rahasia kedokteran
5. Penerbitan surat keterangan kematian dan surat keterangan medik
6. Fitness/kompetensi pasien untuk menghadapi pemeriksaan penyidik

Kewajiban dokter untuk membuat keterangan ahli telah diatur dalam pasal 133 KUHAP. Keterangan ahli ini akan dijadikan sebagai alat bukti yang sah di depan sidang pengadilan (pasal 184 KUHAP).3

Pihak yang berwenang meminta keterangan ahli

Menurut KUHAP pasal 133 ayat (1) yang berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli adalah penyidik. Penyidik pembantu juga mempunyai wewenang tersebut sesuai dengan pasal 11 KUHAP.3

Pihak yang berwenang membuat keterangan ahli

Menurut KUHAP pasal 133 ayat (1) yang berwenang melakukan pemeriksaan forensik yang menyangkut tubuh manusia dan membuat keterangan ahli adalah dokter ahli kedokteran kehakiman (forensik), dokter dan ahli lainnya. Sedangkan dalam penjelasan KUHAP tentang pasal tersebut dikatakan bahwa yang dibuat oleh dokter ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan ahli sedangkan yang dibuat oleh selain ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan.3

2.4 Anamnesis dan Pemeriksaan

Anamnesis

Pada tindakan anamnesis, doktor harus dapat melacak apakah tersangka pernah hamil atau melahirkan. Soalan yang ditanyakan juga diharapakan bersifat terarah agar dapat membantu dalam melakukan pemeriksaan dan menginterpretasi hasil pemeriksaan.8
  • Antara soalan yang dapat ditanyakan adalah seperti:
  • Kapan mens terakhir?
  • Berapa lamakah siklus?
  • Kapan mennarche?
  • Apakah ia mempunyai pacar atau sudah bernikah?
  • Apakah ia mempunyai anak sebelumnya, jika ada, berapa orang dan usia anak paling muda. Dan soalan-soalan lain.

A. Pemeriksaan Medis

1. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik umum

Manifestasi klinis abortus antara lain:
Keadaan umum tampak lemah atau menurun, tekanan darah menurun atau normal, denyut nadi normal atau cepat dan kecil, suhu badan normal atau meningkat.
Perdarahan pervaginaan, mungkin disertai keluarnya jaringan hasil konsepsi.
Rasa mules atau keram perut didaerah atas simfisis, sering disertai nyeri pinggang akibat kontraksi uterus.9

Pembesaran pada payudara

Pada saat hamil perubahan yang terjadi pada ibu hamil adalah payudara menjadi tegang, areola ( puting ) menjadi lebih menonjol dan daerah sekitar puting menghitam ( hiperpigmentasi ). 

Hal ini disebabkan karena terjadi peningkatan persediaan darah keseluruh tubuh maka daerah sekitar payudara akan tampak bayangan pembuluh-pembuluh vena dibawah kulit payudara. Hipertropi alveoli payudara menyebabkan payudara bertambah besar dan noduler. Karena ukuran payudara membesar, vena-vena halus pun terlihat semakin jelas di bawah kulit.9

Perubahan kulit

Stretch-marks akan muncul di payudara, perut, paha dan pantat pada sebagian besar wanita. Tanda-tanda ini berwarna merah muda pada waktu hamil tetapi setelah melahirkan bentuknya mengecil berwarna keperakan. Pada wanita berkulit lebih gelap stretch-marks kelihatan lebih jelas karena kontras dengan warna kulit. 

Sebagian dari pertambahan darah mengalir ke kulit. Kulit menjadi lebih hangat dan sering berkeringat. Warnanya pun menjadi agak gelap yang disebabkan oleh meningkatnya pasokan darah.9
Sebagian besar kulit kembali ke warna aslinya setelah melahirkan, kecuali area sekitar puting susu, genitalia, dan perut.9

2. Pemeriksaan ginekologi

Diperiksa ada tidaknya tanda akut abdomen. Jika memungkinkan, cari sumber perdarahan : apakah dari dinding vagina, atau dari jaringan serviks, atau darah mengalir keluar dari ostium.9 

a. Inspeksi Vulva : perdarahan pervaginam ada atau tidak jaringan hasil konsepsi, tercium bau busuk dari vulva
b. Inspekulo : perdarahan dari cavum uteri, osteum uteri terbuka atau sudah tertutup, ada atau tidak jaringan keluar dari ostium, ada atau tidak cairan atau jaringan berbau busuk dari ostium.
c. Colok vagina : porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba atau tidak jaringan dalam cavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri saat porsio digoyang, tidak nyeri pada perabaan adneksa, cavum douglas tidak menonjol dan tidak nyeri
Inspeksi : 

(1). Chloasma gravidarum.
(2). Keadaan kelenjar thyroid.
(3). Dinding abdomen ( varises, jaringan parut,).
(4). Keadaan vulva dan perineum 

Pada abortus yang sudah lama terjadi atau pada abortus provokatus yang dilakukan oleh orang yang tidak ahli, sering terjadi infeksi. Tanda-tanda infeksi alat genital berupa demam, nadi cepat, perdarahan, berbau, uterus membesar dan lembek, nyeri tekan, leukositosis. Pada pemeriksaan dalam untuk abortus yang baru saja terjadi didapati serviks terbuka, kadang-kadang dapat diraba sisa-sisa jaringan dalam kanalis servikalis atau kavum uteri, serta uterus berukuran kecil dari seharusnya.9 

Pemeriksaan korban abortus Pada korban hidup perlu diperhatikan tanda kehamilan misalnya perubahan pada payudara, pigmentasi, hormonal, mikroskopik dan sebagainya. Perlu pula dibukti adanya usaha penghentian kehamilan, misalnya tanda kekerasan pada genitalia interna/eksterna, daerah perut bagian bawah.9 

Abortus yang dilakukan oleh ahli trampil mugkin tidak meninggalkan bekas dan bila telah berlangsung satu hari atau lebih, maka komplikasi yang timbul atau penyakit yang menyertai mungkin mengaburkan tanda-tanda abortus kriminal.9 

Pemeriksaan pada korban hidup Pada pemeriksaan pada ibu yang diduga melakukan aborsi, usaha dokter adalah mendapatkan tanda-tanda sisa kehamilan dan menentukan cara pengguguran yang dilakukan serta sudah berapa lama melahirkan. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan oleh Sp.OG. Pemeriksaan tes kehamilan masih bisa dilakukan beberapa hari sesudah bayi dikeluarkan dari kandungan, dijumpai adanya colostrum pada peremasan payudara, nyeri tekan di daerah perut, kongesti pada labia mayora, labia minora dan serviks. Tanda-tanda tersebut biasanya tidak mudah dijumpai karena kehamilan masih muda. Bila segera sesudah melahirkan mungkin masih didapati sisa plasenta yang pemastiannya perlu pemeriksaan secara histopatologi (patologi anatomi), luka, peradangan, bahan-bahan yang tidak lazim dalam liang senggama, sisa bahan abortivum. Pada masa kini bila diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan DNA untuk pemastian hubunga ibu dan janin.9
Pembuktian kasus abortus 

1. Menentukan apakah wanita tersebut hamil
2. Mencari tanda-tanda cara abortus provokatus yang dilakukan
a) Mencari tanda-tanda kekerasan lokal seperti memar, luka, perdarahan jalan lahir
b) Mencari tanda-tanda infeksi akibat pemakaian alat yang tidak steril
c) Menganalisa cairan yang ditemukan dalam vagina atau cavum uteri

B. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Terhadap Tersangka
Dibuktikan melalui pemeriksaan laboratorium, apakah seorang wanita itu hamil atau tidak adalah dengan memeriksa :

a. Pemeriksaan laboratorium darah lengkap

Dengan pemeriksaan ini dapat menunjukkan penurunan kadar hematokrit, hemoglobin rendah yang dapat memicu pasca pendarahan setelah terjadinya aborsi.

b. Pemeriksaan trombosit

Dapat meningkat karena mekanisme pembekuan darah yang terjadi sebagai mekanisme kompensasi setelah terjadinya pendarahan yang banyak setelah aborsi

c. Fibrinogen

Pemeriksaan ini dapat membedakan sama ada sama ada aborsi ini tergolong dalam spontaneous atau pun missed abortion. Pemeriksaan ini lebih spesifik kepada missed abortion.1

d. Test urine

Pada pemeriksaan urin juga dapat di ketahui bahwa wanita tersebut sedang hamil jika adanya peningkatan bhCG yang sangat bermakna dalam mendeteksi bahwa wanita ini sebelumnya pernah hamil dan melakukan pengguguran. Ini adalaha karena bhCG dapat menurun setelah 2- 3 minggu setelah melahirkan, dan uji ini member nilai yang sangat bermanfaaat.

e. Pemeriksaan pregnanediol

Preganediol merupakan hasil metabolit progesterone. Progesterone sanagt bertanggungjwab dalam perubahan uterus setelah ovulasi. Ianya menigkat selam akehamilah dan dapat menuru jika terjadi aborsi dan disfungsi plasenta.1

f. Kadar Prolactin dalam serum

Kadar prolactin serum berbeda beda mengikut jangka waktu kehamilan ,pada trimester pertama < 80ng/ml, pada trimester kedua < 160ng/mL dan trimester ketiga < 400 ng/mL. Hormon ini meningkat sesuai jangka waktu kehamilan untuk menyediakan kepada pengembangan mammae semasa laktasi terjadi. Jika adanya peningkatan kepada hormone ini bermakna ibu ini pernah hamil.

g. Pemeriksaan dengan USG

Dengan USG dapat mengetahui uterus seseorang sama ada telah di aborsi atau tidak dengan melihat kepada permukaan dinding rahim setelah terjadinya curratage.1

Pemeriksaan Terhadap Hasil Curettage

Pemeriksaan darah sangat penting dalam menentukan species dan golongan darah manusia. Apabila ditemukan darah tersebut pertama sekali harus di buktikan sama ada bercak darah ini benar – benar darah manusia, atau hewan, jika darah manusia perlu memastikan adakah ianya darah mensturasi atau bukan. Oleh itu di anjurkankan melakukan pemeriksaan:

a. Pemeriksaan Mikroskopik

Ertujuan melihat darah sel darah merah dengan membuat sediaan hapus dengan pewarnaan Giemsa atau Wright. Pemeriksaan ini dapat menentukan golongan kelas dan bukan spesies. Keuntunagn sediaan hapus dapat mengetahui apakah darah ini merupakan seorang wanita atau bukan dengan sel lekosit berinti banyak denan adanya barr body dan drum stik.4

b. Pemeriksaan Kimiawi

Pemeriksaann ini terdiri dari :
Pemeriksaan penyaringan darah dan penentuan darah serta penentuan species. Pemeriksaan penyaringan darah dapat di gunakan reaksi benzidin dan fenoftalin, dan jika positif akan bewarna merah muda dan memastikan lagi ianya darah manusia.4

Pemeriksaan Penentuan Darah

a) Dengan ditemukan pigmen , krisal hematin dan hemokhromogen dengan menggunakan reaksi Teichman dan Wagenaar. Reaksi Teichman dengan hasil psitif tampak Kristal hemin- HCl yang berbentuk batang bewarna coklat.
b) Reaksi Wagenaar , dengan hasil positip terlihat Kristal aceton –hemin yang berbentuk batang bewarna coklat.
c) Pemeriksaan Spektroskopik. Pemeriksaan ini dapat memastikan lagi bahwaa golongan darah yang di periksa ini adalah darah jika di jumpai pita pita absorbs yang khas dari hemoglobin atau turunannya.
d) Pemeriksaan Serologis. Berguna dalam menentukan species dan golongan darah berdasarkan reaksi antigen dan antibody , yaitu reaksi aglutinasi.

Penentuan Spesies

Terdapat dua cara yatu:
· Reaksi cincin( reaksi presipitat dalam tabung )
Hasil postif darah manusia akan terbentuk cincin keruh di perbatasan.
· Reaksi precipitate dalam agar
Anti globulin darah manusia di masukkan dan di letakkan dalam ruang yang lembab, hasil positip memberikan precipitate jernih pada perbatasan lubang.

Pemeriksaan Hubungan Antara Hasil Curratage dan Tersangka

a. Penentuan Golongan Darah

Ianya dapat di lakukan dengan meneteskan 1 tetes anti serum darah dan di lihat apakah terjadinya aglutinasi atau pun belum. Jika keduanya cocok maka akan terlihat reaksi aglutinasi.4

b. Pemeriksaan Test DNA

Pemeriksaan ini sangat akurat dan memberikan nilai yang sangat tepat hampir 99.9%. Bahan sampel DNA dapat dipilih dari jaringan apa saja, karena DNA dapat diperoleh dari semua sel berinti. Sel yang tidak memiliki DNA hanyalah sel darah merah karena sel darah merah tidak memiliki inti. Untuk itu terhadap berbagai bahan sampel tersebut harus diberi perlakuan sebagai berikut:

1.Jaringan

Untuk bahan sampel yang segar, sampel terbaik adalah jaringan limpa, kelenjar getah bening dan hati.

2.Darah

Darah cair diberikan pengawet EDTA, dan disimpan dalam termos es atau lemari es. Alternatif lain, bahan diserap dengan kain kasa lalu dikeringkan. Bercak kering dapat dikerok dengan scalpel, dibawa dengan bendanya atau diusap dengan kain kasa basah lalu dikeringkan.

3.Tulang, Gigi dan Rambut

Dibungkus dengan kertas alumunium dan disimpan pada suhu di bawah 20°C. 

Bahan yang telah dikeringkan dapat disimpan pada suhu kamar. Sampel rambut diambil 10 – 15 helai beserta akarnya. Sampel gigi dipilih paling sedikit empat, molar jika mungkin. Sampel gigi sebaiknya tidak rusak oleh endodontia. Sampel tulang sebaiknya dari femur.

Teknik Analisis DNA

Adapun jenis-jenis teknik analisa DNA adalah sebagai berikut:

1. Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP)

Teknik pertama yang digunakan analisa DNA dalam bidang forensik polimorfisme yang dinamakan Restriction Fragment Leght Polymorphism (RFLP) adalah suatu polimorfisme DNA akibat variasi panjang fragmen DNA setelah dipotong dengan enzim retriksi tertentu menjadi fragmen Variable Number Of Tandem Repeat (VNTR). Teknik ini dilakukan dengan memanfaatkan enzim retriksi yang berfungsi memotong DNA pada tempat-tempat tertentu dengan cara mengenali urutan basa tertentu seperti AATT. Setelah selesai, pola RFLP tampak seperti kode batang (bar code). Dan dibandingkan untuk menentukan apakah kedua sampel tersebut berasal dari sumber yang sama.1

2. Polymerase Chain Reaction (PCR)

Metode analisa DNA yang selanjutnya adalah Polymerase Chain Reaction (PCR) yaitu suatu metode untuk memperbanyak fragmen DNA tertentu secara in vitro dengan enzim polymerase DNA. Teknik ini didesain agar yang diperbanyak hanya segmen tertentu dari sampel dengan tingkat akurasi yang tinggi, sehingga dapat diperoleh informasi dari sampel yang jumlahnya sedikit atau bahkan pada sampel DNA yang sudah mulai terdegradasi.1

3. STRs (Short Tandem Repeats)

Metode STRs (Short Tandem Repeats) adalah salah satu metode analisis yang berdasar pada metode Polymerase Chain Reaction (PCR). STRs (Short Tandem Repeat) adalah suatu istilah genetik yang digunakan untuk menggambarkan urutan DNA pendek (2 – 5 pasangan basa) yang diulang. Genome setiap manusia mengandung ratusan STRs. Metode ini paling banyak dikembangkan karena metode ini cepat, otomatis dan memiliki kekuatan diskriminasi yang tinggi. Dengan metode STRs dapat memeriksa sampel DNA yang rusak atau dibawah standar karena ukuran fragmen DNA yang diperbanyak oleh PCR hanya berkisar antara 200 – 500 pasangan basa. Selain itu pada metode ini dapat dilakukan pemeriksaan pada setiap lokus yang memiliki tingkat polimorfisme sedang dengan memeriksa banyak lokus dalam waktu bersamaan. Teknik yang digunakan adalah multiplexing yaitu dengan memeriksa banyak lokus dan berbeda pada satu tabung. Dengan cara ini dapat menghemat waktu dan menghemat sampel. Analisis pada teknik ini didasarkan pada perbedaan urutan basa STRs dan perbedaan panjang atau pengulangan basa STRs. Teknis ini banyak di gunakan sekarang ini dalam penentuan DNA.1

4. mtDNA (Mitochondrial DNA)

Aplikasi penggunaan mitokondria DNA (mtDNA) dalam identifikasi forensik dimulai pada tahun 1990. Mitokondria adalah partikel intraselular yang terdapat di luar nukleus dalam sitoplasma sel. Mitokondria mengandung DNA kecil berupa molekul berbentuk sirkular yang terdiri dari 16569 pasangan basa yang dapat diidentifikasi. Setiap sel mengandung 100 – 1000 mitokondria. 

Ciri khas dari mtDNA adalah pola penurunannya. Tidak seperti DNA inti yang tersusun dari kombinasi separuh DNA orang tua, mitokondria DNA hanya mengandung DNA ibu. Jika dari pemeriksaan Mitokondria DNA dapat mengetahui garis ibu, maka dari pemeriksaan Kromosom Y dapat mengetahui garis ayah pada anak laki-laki. Perbedaan yang terlihat bahwa Mitokondria DNA adalah marker sitoplasmik yang diturunkan ibu kepada semua anaknya sedangkan Kromosom Y adalah marker nuklear yang hanya diturunkan seorang ayah pada anak laki-lakinya.1

Penggunaan teknis ini sangat bererti dalam penegakkan kasus aborsi untuk memastikan lagi hubungan tersangka dengan anaknya
2.5 Visum et Repertum

Pasal 133 KUHAP menyebutkan: 

(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan maupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
(2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.

Penjelasan terhadap pasal 133 KUHP: 

(2) Keterangan yang diberikan oleh ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan ahli, sedangkan keterangan yang diberikan oleh dokter bukan ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan. 

Yang berwenang meminta keterangan ahli adalah penyidik dan penyidik pembantu sebagaimana bunyi pasal 7 (1) butir h dan pasal 11 KUHP.Yang dimaksud dengan penyidik disini adalah penyidik sesuai dengan dengan pasal 6 (1) butir a, yaitu penyidik yang pejabat Polisi Negara RI. Penyidik ini adalah penyidik tunggal bagi pidana umum, termasuk pidana yang berkaitan dengan kesehatan dan jiwa manusia.10 

Oleh karena visum et repertum adalah keterangan ahli mengenai pidana yang berkaitan dengan kesehatan dan jiwa manusia, maka penyidik pegawai negeri sipil tidak berwenang meminta visum et repertum, karena mereka hanya mempunyai wewenang sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing (Pasal 7(2) KUHP).10 

Mengenai kepangkatan pembuat surat permintaan visum et repertum telah diatur dalam Peraturan Pemerintah no.27 tahun 1983 yang menyatakan penyidik polri berpangkat serendah-rendahnya Pembantu Letnan Dua, sedangkan pada wilayah kepolisian tertentu yang komandannya adalah seorang bintara (Sersan), maka ia adalah penyidik karena jabatannya tersebut. Kepangkatan bagi penyidik pembantu adalah bintara serendah-rendahnya sersan dua. Untuk mengetahui apakah suatu Surat Permintaan pemeriksaan telah ditanda tangani oleh yang berwenang, maka yang penting adalah bahwa orang yang menandatangani surat tersebut selaku penyidik.10 

Wewenang penyidik meminta keterangan ahli ini diperkuat dengan kewajiban dokter untuk memberikannya bila diminta, seperti yang tertuang dalam pasal 179 KUHP sebagai berikut:

(1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter ata ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.

Definisi

Visum et Repertum adalah keterangan yang dibuat dokter atas permintaan penyidik yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medis terhadap manusia, hidup maupun mati, ataupun bagian/diduga bagian tubuh manusia, berdasarkan keilmuannya dan di bawah sumpah untuk kepentingan peradilan.Penegak hukum mengartikan Visum et Repertum sebagai laporan tertulis yang dibuat dokter berdasarkan sumpah atas permintaan yang berwajib untuk kepentingan peradilan tentang segala hal yang dilihat dan ditemukan menurut pengetahuan yang sebaik-baiknya.10

Perbedaan Visum et Repertum dengan Catatan Medis

Catatan medis adalah catatan tentang seluruh hasil pemeriksaan medis beserta tindakan pengobatan atau perawatan yang dilakukan oleh dokter. Catatan medis disimpan oleh dokter atau institusi dan bersifat rahasia, tidak boleh dibuka kecuali dengan izin dari pasien atau atas kesepakatan sebelumnya misalnya untuk keperluan asuransi. 

Catatan medis ini berkaitan dengan rahasia kedokteran dengan sanksi hukum seperti yang terdapat dalam pasal 322 KUHP. Sedangkan Visum et Repertum dibuat berdasarkan Undang-Undang yaitu pasal 120, 179 dan 133 KUHAP dan dokter dilindungi dari ancaman membuka rahasia jabatan meskipun Visum et Repertum dibuat dan dibuka tanpa izin pasien, asalkan ada permintaan dari penyidik dan digunakan untuk kepentingan peradilan.10

Jenis Visum et Repertum

Ada beberapa jenis Visum et Repertum, yaitu:
1. Visum et Repertum Perlukaan atau Keracunan
2. Visum et Repertum Kejahatan Susila
3. Visum et Repertum Jenazah
4. Visum et Repertum Psikiatrik 

Tiga jenis visum yang pertama adalah Visum et Repertum mengenai tubuh atau raga manusia yang berstatus sebagai korban, sedangkan jenis keempat adalah mengenai mental atau jiwa tersangka atau terdakwa atau saksi lain dari suatu tindak pidana. Visum et Repertum perlukaan, kejahatan susila dan keracunan serta Visum et Repertum psikiatri adalah visum untuk manusia yang masih hidup sedangkan Visum et Repertum jenazah adalah untuk korban yang sudah meninggal. Keempat jenis visum tersebut dapat dibuat oleh dokter yang mampu, namun sebaiknya untuk Visum et Repertum psikiatri dibuat oleh dokter spesialis psikiatri yang bekerja di rumah sakit jiwa atau rumah sakit umum.10

Visum et repertum Perlukaan

Tujuan pemeriksaan kedokteran forensik pada korban hidup adalah untuk mengetahui penyebab luka/sakit dan derajat luka atau sakitnya tersebut. 

Terhadap setiap pasien, dokter harus membuat catatan medic atas semua hasil pemeriksaan mediknya. Pada korban yang diduga korban tindak pidana, pencacatan harus lengkap dan jelas sehingga dapat digunakan untuk pembuatan visum et repertum. Catatan medic yang tidak lengkap dapat mengakibatkan hilangnya sebagian barang bukti di dalam pemberitaan visum et repertum. 

Derajat luka ditentukan berdasarkan ketentuan KUHP pada pasal 352, pasal 90, pasal 352, pasal 353 dan pasal 351.10

Fungsi

Visum et repertum adalah salah satu alat bukti yang sah sebagaimana tertulis dalam pasal 184 KUHP. Visum et repertum turut berperan dalam proses pembuktian suatu perkara pidana terhadap kesehatan dan jiwa manusia.Visum et repertum menguraikan segala sesuatu tentang hasil pemeriksaan medik yang tertuang di dalam bagian pemberitaan yang karenanya dapat dianggap sebagai pengganti benda bukti. 

Visum et repertum juga memuat keterangan atau pendapat dokter mengenai hasil pemeriksaan medik tersebut yang tertuang di dalam bagian kesimpulan. Dengan demikian visum et repertum secara utuh telah menjembatani ilmu kedokteran dengan ilmu hukum, sehingga dengan membaca visum et repertum, dapat diketahui dengan jelas apa yang telah terjadi pada seseorang dan para praktisi hukum yang dapat menerapkan norma-norma hukum pada perkara pidana yang menyangkut tubuh/jiwa manusia.10

Contoh visum et repertum untuk kasus 1:
PROJUSTITIA 11 Januari 2011
Visum et repertum no.: 1/I/2011
Visum et Repertum

Saya yang bertanda tangan dibawah ini, dokter Aqilah binti Isa. Dokter pada bagian forensik rumah sakit UKRIDA di Jakarta atas permintaan dari kepolisian Resort Grogol dalam suratnya nomor/VeR/1/2011/LL/Res. Tng tertanggal 11 Januari 2011, maka dengan ini menerangkan bahwa, pada tanggal sebelas januari tahun dua ribu sebelas pukul tiga sore Waktu Indonesia Barat, bertempat di RS UKRIDA, telah melakukan pemeriksaan atas korban dengan nomor registrasi 97011990 yang menurut surat tersebut adalah:--------------------------------
Nama : Nyonya B -----------------------------------------------------------------
Jenis kelamin : Perempuan ----------------------------------------------------------------
Warga Negara : Indonesia --------------------------------------------------------------
Alamat : xxx, Jakarta ------------------------------------------------------------

Hasil pemeriksaan

1. Dari anamnesis pada Nyonya B, harus ditanyakan mengenai hari terakhir menstruasi, lama menstruasi, menarche, sudah punya pacar/menikah.
2. Pada korban ditemukan : ----------------------------------------------------------------
a. Dilihat dari pemeriksaan fisik keadaan umum tampak lemah/menurun, tekanan darah menurun/normal, denyut nadi normal/cepat dan kecil serta suhu badan normal/meningkat.
b. Pada pemeriksaan daerah kelamin didapatkan pendarahan. Disertai keluhan mules/keram perut di perut serta nyeri pinggang.
3. Di lakukan pemeriksaan laboratorium: Pemeriksaan darah didapatkan kadar darah yang rendah, pemeriksaan golongan darah adalah __, pemeriksaan hormon kehamilan positif, pemeriksaan radiologi kelihatan permukaan keadaan dinding rahim, pemeriksaan hasil curettage; hasil positif darah manusia, golongan darah adalah __ sesuai dengan wanita tersangka. Hasil pemeriksaan DNA terhadap jaringan serta wanita tersangka cocok. (Mencari hubungan antara jaringan yang ditemukan dengan tersangka melalui pemeriksaan golongan darah, DNA)
4. Pengobatan yang telah di lakukan( terapi untuk mengurangkan pendarahan rahim). Dan korban di pulangkan dalam keadaan yang baik.

Kesimpulan

Pada korban perempuan ini yang berusia ___ tahun, berdasarkan hasil temuan yang telah di dapatkan tanda-tanda kehamilan, ( payudara yang membesar, strecthmark pada perut). Seterusnya di simpulkan adanya keguguran atau kematian kandungan pada perempuan ini-------------------------------------------------------------
Demikian saya uraikan dengan sejujurnya atas sumpah dokter sesuai dengan lembaran Negara 1973 nomor 350 untuk dipergunakan dimana perlu penyidikan lebih lanjut. Harap digunakan sebaik-baiknya mengingat sumpah sesuai dengan kitab undang-undang hukum acara pidana.------------------------------------------------
Dokter yang memeriksa,

dr.Aqilah Isa

Bab 3

Penutup

3.1 Kesimpulan

Botol berisi campuran darah dan jaringan berasal dari tiga perempuan tersangka pengguguran kandungan. Hasil pemeriksaan didapatkan tanda kehamilan dan tanda abortus pada perempuan tersangka. Ditambah pula dengan pemeriksaan laboratorium yang menunjang bahwa adanya hubungan jaringan dengan perempuan tersangka.

Daftar Pustaka


WHO. Safe Abortion: Technical and Policy Guidance for Health System. A Draft 4 September 2002.
Azhari. Masalah abortus dan kesehatan reproduksi perempuan. Bagian Obstetri & Ginekologi FK UNSRI/RSMH, Palembang. Diunduh dari : http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:uUzwQd5A2gwJ:digilib.unsri.ac.id/download/MASALAH%2520ABORTUS%2520DAN%2520KESEHATAN.pdf+tanda+abortus&hl=en&gl=id pada 19 Januari 2011.
3. Bagian Kedokteran Forensik FKUI. Peraturan perundang-undangan bidang kedokteran. Jakarta: FKUI; 1994.
4. Bagian Kedokteran Forensik FKUI. Pengguguran kandungan. Dalam: Ilmu kedokteran forensik. Jakarta; FKUI. 1997.
5. Undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan. Diunduh dari dinkes-sulsel.go.id/new/images/Berita4/1.uu36-09-kesehatan.pdf pada 18 Januari 2011.
6. Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Bioetika. Dalam Bioetik dan hukum kedokteran pengantar bagi mahasiswa kedokteran dan hukum. Jakarta: Pustaka Dwipar; 2007.
7. Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Pelanggaran etik dan disiplin profesi kedokteran. Dalam Bioetik dan hukum kedokteran pengantar bagi mahasiswa kedokteran dan hukum. Jakarta: Pustaka Dwipar; 2007. Hal 138 – 9.
8. Lipscomb K, Novy M.J. The normal puerperium in Decherney A.H, Nathan L,Goodwin T.M. et. al. Current diagnosis and treatment: obstetrics and gynecology. 10th ed. USA: The McGraw-Hill Companies; 2007
9. Fransisca. Aborsi.2007. Diunduh dari : http://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:ZECrsZB6YGEJ:last3arthtree.files.wordpress.com/2009/02/aborsi.pdf+tanda+fisik+abortus pada 18 Januari 2011.
Bagian Kedokteran Forensik FKUI. Visum et repertum. Dalam: Ilmu kedokteran forensik. Jakarta; FKUI. 1997. hal. 5-16




sumber